Kamis, 02 Juli 2009

HIPOGONADISME

ASSIGNMENT BLOK 9
HIPOGONADISME







ANGGOTA KELOMPOK :
Heru Rusarianto
Vivi Permana Sarie
Ririn Anggraini
Novyana Veresty
Sri Putri Handayani




DOSEN PEMBIMBING :
dr. Erita Bustami, Sp.PD
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JAMBI
2009

I. PENDAHULUAN
  • Hormon Kelamin Pria
    Salah satu organ reproduksi pada pria adalah testis,yang terdiri dari 900 lilitan tubulus semineferus. Pada tubulus semineferus ini terdapat sel interstisial Leydig, yang berfungsi menghasilkan hormone androgen, yaitu testosterone dan juga androstenedion, namun testosteron merupakn hormon yang lebih berperan dibandingkan dengan androstenedion dalam system reproduksi. Sel leydig hampir tidak ditemukan pada masa kanak- kanak tetapi sel Leydig akan meningkat pada saat bayi laki-laki baru lahir dan pada saat dewasa setelah pubertas. Hal ini dikarenakan pada trimester pertama kehamilan kadar gonadotropik Korionik akan memuncak (8-12 minggu) dan menstimulasi sel Leydig janin untuk mensekresikan testosterone, sedangkan pada saat bayi memasuki masa kanak –kanak kadar testosteron menurun dan akan meningkat lagi pada saat masa pubertas, yaitu pada usia 10-13 tahun.
    Hormon androgen ini tidak hanya disekresikan oleh testis namun juga disekresikan oleh kelenjar adrenal, tetapi efek yang ditimbulkan dari hormon androgen yang berasal dari kelenjar adrenal hanya pada pertumbuhan rambut axila dan pubis1

    Sistem hormone pria terdiri dari tiga komponen hormone, diantaranya: Hormon yang dikeluarkan hypothalamus, hormon pelepas gonadotropin (GnRH)
    Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon lutein (LH), keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan hormon GnRH dari hipothalamaus.
    Hormon – hormon testis, testosteron dan estrogen yang disekresi oleh testis sebagi respon terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.2


Gambar 1. Komponen Hormon Androgen pada Pria3


Fungsi Testosteron
Perkembangan karakteristik tubuh pria, yaitu pada penis dan scrotum
Penurunan testes
Pertumbuhan dan penyebaran rambut tubuh diatas pubis, keatas sepanjang linea alba, umbilikus, wajah dan dada.
Menimbulkan kebotakan
Perubahan suara menjadi suara bass ang khas
Penebalan pada kulit dan pada wajah akan timbul akne
Peningkatan pembentukan protein dan perkembangan otot
Peningkatan pertumbuhan tulang dan retensi kalasium
Meningkatakan metabolis basal
Meningkatakan eritropoeisis (pembentukan eritrosit)
Pengaruh pada elektrolit dan keseimbanagan cairan 4


Gambar 2. Fungsi Hormon Testosteron pada Pria 5

  • Hormon Kelamin Wanita

Organ reproduksi wanita yang berperan dalam produksi hormon ialah ovarium dan placenta (pada wanita normal yang hamil). Pada ovarium terdapat folikel dan corpus luteum yang berfungsi sebagai penghasil hormon gonadotropin pada wanita.6

Sistem hormone wanita terdiri dari tiga komponen hormon, diantaranya:
Hormon yang dikeluarkan hypothalamus, hormon pelepas gonadotropin (GnRH)
Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon lutein (LH), keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan hormon GnRH dari hipothalamaus.
Hormon – hormon ovarium, estrogen dan progesterone yang disekresi oleh ovarium sebagi respon terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.7


Gambar 3. Komponen Hormon Androgen pada Wanita4

Hormon Estrogen
Esterogen merupakan hormon yang dihasilkan oleh folikel yang matang dan corpus luteum. Hormon ini memilki organ target dan fungsi pada setiap organ targetnnya , yaitu :

  • Tubuh secara umum
    Estrogen berfungsi menstimulus perkembangan karakteristik seksual sekunder pada wanita.
  • Uterus
    Estrogen berfungsi menstimulus proliferasi sel-sel uterus
  • Ovaries
    Estrogen berfungsi dalam pembentukan sel telur (Ovum)
  • Kelenjar Mamae (Payudara)
    Estrogen berfungsi menstimulus perkembangan saluran kelenjar ASI

Anterior Pituitary
Estrogen berfungsi menstimulus burst like release LH 8

Hormon Progesteron
Pogesteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh corpus luteum dan placenta. Hormon ini memilki organ target dan fungsi pada setiap organ targetnnya, yaitu :
Pada perempuan :

  • Uterus
    Memelihara ketebalan endometrium
    Menstimulus pelepasan nutrisi
  • Kel. Mamae (payudara)
    Menstimulus perkembangan alveoli dalam memproduksi ASI

Anterior Pituitary
Menghambat produksi dan pelepasan FSH dan LH 9


Peranan hormon Hypothalamus – Hipofisis pada Reproduksi Pria dan Wanita
Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH)
Gonadotropin Releasing Hormon diproduksi oleh Hipothalamus .Hormon ini disekresikan dan menuju sel target pada kelenjar hipofisis. Fungsi dari GnRH adalah :
1) Menstimulasi produksi Folikel Stimulating Hormon (FSH) dan Leutinizing Hormon (LH).
2) Mengatur pelepasan FSH dan LH oleh kelenjar hipofisis.10

Folikel Stimulating Hormon (FSH)
Folikel Stimulating hormon diproduksi oleh sel gonadotropin pada kelenjar hipofisis, pada lobus Anterior.
Sel target dari FSH ialah : testis (Tubulus semineferus) pada laki-laki dan ovarium pada perempuan .
Fungsi FSH pada :
Ø Laki-laki : Menstimulasi produksi sperma dengan cara mempengaruhi reseptor testosterone pada tubulus semineferus.
Ø Perempuan : ~ Menstumulasi perumbuhan dan pematangan folikel
~ Menstimulasi produksi estrogen pada corpus luteum 11

Leutinizing Hormone (LH)
Leutinizing Hormone diproduksi oleh sel gonadotropin pada kelenjar hipofisis, pada lobus Anterior. Sel target dari LH ialah : Tubulus semineferus testis pada laki-laki dan ovarium pada perempuan .
Fungsi LH pada :
Ø Laki-laki : Menstimulasi produksi sperma dalam proses spermatogenesis dengan cara menstimulasi sel intersisial leydig pada testis untuk mensekresikan testosterone.
Ø Perempuan : ~ Transforms ruptured follicle into corpus luteum
~ Menstimuslus produksi progesteron oleh corpus luteum
~Transforms ruptured follicle into corpus luteum 11





II. ISI

II. 1. Hipogonadisme Pada Pria

HIPOFUNGSI TESTIS
Hipofungsi testis dapat primer dalam testes (Hipogonadisme Pimer atau akibat defisiensi hormone gonadotropik kelenjar pituitary (Hipogonadisme Skunder). Penderita dengan hipogonadisme primer mengalami peningkatan kadar gonadotropin (Hipergonadotropik), mereka yang dengan hipogonadisme sekunder memiliki kadar rendah atau tidak ada sama sekali ( Hipogonadotropik ). 12

Etiologi
Hipogonadisme Primer
Hipogonadisme primer atau kegagalan testis terjadi akibat penyakit sisitemik , gagal ginjal dan serosis.orkitis , radioterapi gonad atau obat-obat sistemik anti kanker(jarang terjadi ) , adanya sindrom knilfelter(kariotipeXXY) , terjadi 1 pada 1000 kelahiran.

Hipogonadisme Sekunder
Hipogonadisme (kegagalan hypothalamus hipofisis) dapat disebabkan oleh penyakit berat atau malnutrisi, penyakit hipofisis, hiperprolaktinemia, Sindrom Kallmann (sindrom genetic terkait kromosom X yang menyebabkan kegagalan hypothalamus mensekresikan GnRH disertai dengan anosmia.13

Epidemiologi
Mortality/Morbidity
Tidak terjadi peningkatan kematian pada pasien dengan hipogonadisme .namun lebih sering mengalami infertile dan osteoporosis.
Ras
Tidak ada ras yang spesifik
Sex
Hypergonadotropic hypogonadism lebih banyak pada laki-laki dari pada wanita
Age
Hipogonadisme dapat terjadi pada semua umur.14


Patofisiologi


Gambar 4. Patofisiologi Hipogonadisme pada Pria dan Wanita15





Manifestasi Klinis


Gambar 5. Manifestasi Klinis Hipogonadisme pada Pria16



Diagnosis
Penegakan diagnosa hipogonadisme dilakukan berdasrkan :
1. Anamnesa, pemeriksaan fisik
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan memperhatikan perubahan keadaan hormonal .
2. Gejala klinis yang timbul
3. Penilaian laboratorium
▪ Kadar testosterone serum (nilai normal serum : 3-10 ng /ml)
▪ Kadar gonadotropin serum
▪ Kadar FSH dan LH
▪ Stimulasi Klomifen


Tabel 1.Perbedaan antara hipogonadisme primer dan skunder

FSH dan LH
Testosteron dan Estrogen
Hipogonadisme Primer


Hipogonadisme Sekunder



Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan ialah :
Kariotipe, prolaktin, MRI fosa hipofisis dan hipothalamus.17


Penatalaksanaan
▪ Terapi penggantian Androgen: dapat menghilangkan gejala – gejala dan mencegah osteoporosis, tetapi tidak dapat memperbaiki infertilitas, yang pada hipergonadisme primer bersifat irreversible .
▪ Gonadotropin atau GnRH digunakan untuk merangsang fertilitas pada hipergonadisme sekunder.

Testosterone yang tersedia di Indonesia ( POM)
Oral Administration :
• Testosteron Undecanoat capsul 40mg
• Mesterolone tablet 25 mg
Intra Muscular Adminstration:
• Testosteron Propionat 30mg, Testosteron Phenylpropionat 60mg, Testosteron decanoat 100mg Ampul
• Testosteron Undecanoat 1000 mg ampul 18


Prognosis
Penderita hipogonadisme baik laki –laki maupun perempuan dapat hidup normal dengan penggantian hormon . 19

II. 2. Hipogonadisme Pada Wanita

HIPOFUNGSI OVARIUM
Hipofungsi ovarium dapat disebabkan oleh kegagalan perkembangan congenital, penghancuran pasca natal (hipogonadisme primer atau hipergonadotropik) atau kurangnya stimulasi oleh kelenjar hipofisis (hipogonadisme skunder atau hipogonadotropik).20

Etiologi
Hipogonadisme primer (kegagalan ovarium)
Kegagalan ovarium dapat terjadi secara genetic atau didapat terjadi pada 1 % wanita yang berusia < id="BLOGGER_PHOTO_ID_5354113031248228514" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 320px; CURSOR: hand; HEIGHT: 240px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhozlo15UAXOl026ddEeJj-HVL4NqvzOMCbzK4p1HWpIhPfMne1hTjMeP7Tf6bvoIcfGLF6xxT9cZNcCkC2kCNTAd2O5aqiMc-YxXfDk38zgosfDeCJPzCO9RTTwo6bJZBVrTlUIAZTR8M/s320/Untitled.jpg5.jpg" border="0">

Gambar 6. Patofisiologi pada Hipogonadisme pada Wanita22





Manifestasi Klinis




Gambar 7. Manifestasi Klinis Hipogonadisme pada Wanita16



Diagnosa

Diagnosis hipogonadisme primer (hipogonadisme hipergonadotropik) sebelum pubertas adalah sulit, kecuali dalam kasusu Sindrom Turner, kebanyakan penderita yang terkena tidak memiliki manifestasi klinis pada pra –pubertas. Diagnosa tidak sulit pada penderita dengan defisiensi hormon tropic kelenjar pituitary, tetapi sulit membedakan hipogonadisme hipogonadotropik murni dengan keterlambatan pubertas fisiologis. 20


Penatalaksanaan
Pada kegagalan ovarium, terapinya adalah dengan estrogen, yang dapat meringankan gejala defisiensi dan mencegah komplikasi jangka panjang, seperti osteoporosis .21



Prognosis
Penderita hipogonadisme baik laki –laki maupun perempuan dapat hidup normal dengan penggantian hormon . 19




III. KESIMPULAN
Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan cirri seks dari kelamin baik pria dan wanita.





REFERENSI

1. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1265
2. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1268
3.
4. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1275-1277
5. http://content.revolutionhealth.com/contentimages/images-image_popup-m7_testosterone.jpg
6. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1281
7. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1282
8. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1291-1292
9. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1292-1293
10. Wilson,LM dkk.Gangguan Sistem Reproduksi laki-laki. Price,SW dan Wilson,LM.Patofisiologi.Edisi 6.volume 2.Jakarta:EGC.2005.hal : 1312
11. Guyton and Hall. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dari kelenjar pineal).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi 9.Jakarta: EGC.1997.Hal: 1285
12. Behram dkk. Hipofungsi Testis.lmu Kesehatan Anak Nelson.Edisi 15.Vol 3.Jakarta:EGC.2000.Hal 1985.
13. Davey,Patrick.Hipogonadisme .At a Glance Medicine.Jakarta: Erlangga.2005.hal : 282
14. http://www.emedicine.com/Hypogonadism%20follow%20up%20-%20eMedicine.mht, Stephen Kemp, MD, PhD, Professor, Department of Pediatrics, Section of Pediatric Endocrinology, University of Arkansas and Arkansas Children's Hospital
Contributor Information and Disclosures
Updated: Nov 16, 2007
15. Silbernagi,S dan Lang,Penyebabdan akibat kelebihan dan defisiensi Androgen.Teks dan Atlas berwarna Patofisisologi .Jakarta:EGC. .Hal : 272
16. Dvey,Patrick.Hipogonadisme .At a Glance Medicine.Jakarta: Erlangga.2005.hal : 282
17. Wilson,LM dkk.Gangguan Sistem Reproduksi laki-laki. Price,SW dan Wilson,LM.Patofisiologi.Edisi 6.volume 2.Jakarta:EGC.2005.hal : 1316
18. Wilson,LM dkk.Gangguan Sistem Reproduksi laki-laki. Price,SW dan Wilson,LM.Patofisiologi.Edisi 6.volume 2.Jakarta:EGC.2005.hal : 1317
19. http://www.emedicine.com/Hypogonadism%20overview%20-%20eMedicine.mht, Stephen Kemp, MD, PhD, Professor, Department of Pediatrics, Section of Pediatric Endocrinology, University of Arkansas and Arkansas Children's Hospital
Contributor Information and Disclosures
Updated: Nov 16, 2007
20. Behram dkk. Hipofungsi Testis.lmu Kesehatan Anak Nelson.Edisi 15.Vol 3.Jakarta:EGC.2000.Hal 1995.
21. Davey,Patrick.Hipogonadisme .At a Glance Medicine.Jakarta: Erlangga.2005.hal : 283
22. Silbernagi,S dan Lang.Pengaruh Hormon Seks pada wanita.Teks dan Atlas berwarna Patofisisologi .Jakarta:EGC. .Hal : 272

Minggu, 28 Juni 2009

KELAINAN TULANG BELAKANG (SPONDILOLISTESIS, SPONDILOLISIS, SPONDILITIS)






REFERAD BLOK 8

SPONDYLOLISTHESIS, SPONDYLOLYSIS, SPONDYLITIS





ANGGOTA KELOMPOK :

1. Ari Agustina G1A107059
2. Nuria Hafsari G1A107060
3. M. Dimas Agung G1A107061
4. Novyana Veresty G1A107062
5. Sri Putri Handayani G1A107063




DOSEN PEMBIMBING :

dr. Charles Simanjuntak, Sp.OT (K)








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JAMBI
2008
















SPONDYLOLISTHESIS




Definisi :
spondylolisthesis” berasal dari bahasa yunani “.
 Spondylo à vertebra
 Listhesis à Pergeseran

Spondilolisthesis : pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah,yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis (Dorland edisi 25).

Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang terjadi.

Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut. Biasanya akibat stres fraktur yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus laminar vertebra. Tekanan yang berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri keatas atau aktivitas atletik yang menggunakan penyangga punggung (misalnya senam, sepakbola, dan lain sebagainya).





Etiologi :
 Bersifat multifaktorial
 Faktor predisposisinya antara lain gravitasi, tekanan rotasional dan stress fraktur / tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh





Epidemiologi :
 Usia
5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai 6-7% pada umur 18 tahun
 Seks
Pria>wanita perbandinagn 2:1
 Suku bangsa
Orang berkulit putih 6,4%, > orang yang berkulit hitam 2,8%.





Klasifikasi :
Lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):

 A. Tipe I ( Diplastik )
àbersifat sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan sakral superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.

 B. Tipe II ( Isthmic atau Spondilolitik )
àpergeseren satu vertebra yang lesinya terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis.

Tipe IIA
 Disebut juga lytic atau stress spondilolisthesis akibat mikro fraktiur rekuren yang disebabkan oleh hipereksetensi.
 sering terjadi pada pria.

Tipe IIB
à terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis
à pars interartikularis meregang dimana fraktur mengisinya dengan
tulang baru.

Tipe IIC
• sangat jarang terjadi, dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars interartikularis.
• diperlukan Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.

 C. Tipe III ( degeneratif )
à akibat degenerasi permukaan sendi lumbal.
Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang.
à Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua.
à tidak terdapatnya defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.

D. Tipe IV(traumatik )
à berhubungan dengan fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan / facet) dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis

E. Tipe V(patologik )
à terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti penyakit Pagets, Giant Cell Tumor, dan tumor atau penyakit tulang lainnya.





Patofisiologi
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.

Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan banyak yang mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik.

Sistem grading Myerding (1932)
Untuk menilai beratnya pergeseran didasarkan pada pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto X ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 26-50%
- Grade 3 adalah 51-75%
- Grade 4 adalah 76-100%
- Grade 5 adalah lebih dari 100%

Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis menjadi spondylolisthesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-L5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan sendi.1,2,3 Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.

Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor.





Manifestasi Klinis
• Terbatasnya pergerakan tulang belakang
• Kekakuan otot hamstring ( otot betis )
• Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
• Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
• Hiperkifosis lumbosacral junction
• Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
• Kesulitan berjalan





Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis
a.Gambaran klinis
Nyeri punggung pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan aktivitas maka nyeri makin bertambah hebat dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit.

b.Gambaran fisik
Subluksasio bersifat ringan àPostur normal
Subluksasi berat à gangguan bentuk postur

c.Radiologis
1. Rontgen
X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian lumbosakral Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.

2. CT-Scan
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress / tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik

3. MRI
MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi.





Tata Laksana
Terapi nonsurgical
 tirah baring.
 obat antiinflamasi untuk mengurangi edema.
 analgesik untuk mengontrol nyeri.
 therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas.





Terapi pembedahan (surgical)
Indikasi pembedahan :
 Klaudikasio neurogenik.
 Pergeseran berat (high grade slip>50%)
 Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.
 Spondylolisthesis traumatik.
 Spondylolisthesis iatrogenik.
 Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
 Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan (gait abnormality).





Prognosis
☻ Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II à prognosa cukup baik dengan terapi konservatif
☻ Isthmic spondylolisthesis grade III à lebih mempunyai prognosis bervariasi dan kadang-kadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan memberikan perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular

☻ Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang memuaskan untuk mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.
















SPONDILOLISIS





Pendahuluan
Terjadi kerusakan pada pars interartikularis pada arcus neural, yaitu bagian dari arcus neural yg menghubungkan antara facet artikularis superior dan inferior

Spondylolisys
Interupsi yang terjadi dibagian pars interarticularis, namun dapat terjadi juga dibagian lateral





Patofisiologi
Terjadi karena fraktor:
• microfracture yang berulang-ulang disebabkan oleh stress fracture pada pars interartikularis.
• Hereditas
• Olahraga ( base ball, foot ball, wrestling, gymnastic, tennis )
• Pasien dengan spina bifida okulta
• 95 % terjadi pada lumbal 5
• Lisis dapat terjadi pada tingkat lumbal maupun torakal
• Dapat terjadi secara unilateral ataupun bilateral





Epidemiologi

Dari 14 juta penduduk di Amerika Serikat 3 - 7 % mengalami spondilolisis dan Pada atlet insidensinya meningkat sekitar 23 -62 %. Berdasarkan :




Jenis Kelamin
pria 2-4 kali lebih sering terkena daripada wanita
• Usia
bisa terjadi pada anak-anak dengan usia 6 tahun persentasenya 4,4 % dan pada dewasa akan semakin meningkat dengan pertambahan umur serta berhubungan dengan adanya tingkat keseringan mengalami fraktur
• Orang dengan spondylolysis, 30-50% akan berkembang menjadi spondylolisthesis.

Anatomi
• Spondilolysis mengenai bagian pars interartikularis pada lamina
• Pada foto rongent secara oblique pada elemen posterior akan tampak scottie dog.





Manifestasi Klinis
Spondylolisys biasanya bersifat Asimptomatik. Namun juga dapat bersifat Simptomatik seperti Rasa nyeri saat ekstensi dan atau rotasi pada lumbal spine, 25 % pada penderita, simptomatik hanya terjadi kadang-kadang. Pada atlet olahraga base ball, sepak bola, gymnastic dan tennis juga memberikan gejala simptomatik yang sama.


Penegakan diagnosis
- Radiologrphy
foto secara lateral adalah suatu pemotretan yang memiliki proyeksi terbaik, spondylolisys akan terlihat garis lucency pada pars interartikularis. Lucency ini hanya dapat terlihat pada proyeksi yang diambil secara oblique dan akan terlihat collar pada scottie dog. Jika Spondylolisys bilateral, kerusakan akan terlihat pada kedua sisi kanan dan kiri oblique
- CT Scan
Pada lumbal spine akan terlihat linear lucency atau kehancuran yang sampai pars interrtikularis dan dapat ditemukan dengan muda pada sagital reconstructions di axial
- MRI














SPONDILITIS




Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas.





Patogenesis
 Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang) sering membengkak. Karena pembengkakan jaringan ini menekan dinding sebelah luar tulang yang kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan, menyebabkan berkurangnya aliran darah ke tulang.
 Tanpa pasokan darah yang memadai, bagian dari tulang bisa mati. Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara:
• Aliran darah
• Penyebaran langsung
• Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.









ANKYLOSING SPONDYLITIS

 Berasal dari bahasa Yunani, dari kata;
ankylos  melengkung
spondylos  vertebra

 Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang terutama menyerang pada persendian kerangka aksial (spine, sacroiliac joints, dll) dan juga sendi perifer.



Kelengkungan Ankylosing Spondylitis bisa sampa 110º





1. Etiologi
Masih belum diketahui secara pasti, namun di duga karena dipenaruhi oleh faktor genetik, yaitu adanya HLA – B27. Dan, Penelitian baru-baru ini juga ditemukan karena adanya gen-gen ARTS1 dan IL23R yang menyebabkan Ankylosing Spondylitis ini.





2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
 Laki-Laki lebih rentan dibanding pada perempuan
 Dapat mengenai semua kelompok umur, termasuk anak-anak, biasanya dimulai dari usia remaja sampai 40 tahun.
 Orang-orang yang mempunyai gen HLA –B27
 Riwayat penyakit AS dalam keluarga.





3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada AS dibagi menjadi;
a. Manifetasi Skeletal
 Low back pain
Nyeri pinggang (low back pain) pada ankylosing spondylitis ditandai oleh :
1) dimulai dengan adanya rasa nyaman di pinggang dan penderita sebelum berumur 40 tahun;
2) Permulaannya insidious (perlahan-lahan).
3) nyeri menetap paling sedikit selama 3 bulan;
4) berhubungan dengan kaku pada pinggang waktu pagi hari;
5) nyeri berkurang/membaik dengan olah raga.
Rasa sakit mula-mula dirasakan pada daerah gluteus bagian dalam, sulit untuk menentukan titik asal sakitnya dengan permulaan yang insidious. Kadang-kadang pada stadium awal nyeri dirasakan hebat di sendi sacroiliacs, dapat menjalar sampai kista, iliaca atau daerah trochanter mayor, atau ke paha bagian belakang. Nyeri menjalar ini sangat menyerupai nyeri akibat kompresei nervus ischiadicus. Rasa sakit bertambah pada waktu batuk, bersin atau melakukan gerakan memutar punggung secara tiba-tiba.
Pada awalnya rasa sakit tidak menetap dan hanya menyerang satu sisi (unilateral); sesudah beberapa bulan nyeri biasanya akan menetap dan menyerang secara bilateral disertai rasa kaku dan sakit pada bagian di bawah lumbal. Rasa sakit dan kaku ini dirasakan lebih berat pada pagi hari yang kadang- kadarig sampai membangunkan penderita dari tidurnya. Sakit/ kaku pagi hari ini biasanya menghilang sesudah 3 jam. Di samping itu kaku/sakit pagi hari ini akan berkurang sampai hilang dengan kompres panas, olah raga atau aktivitas jasmani lain.
Pada penyakit yang ringan biasanya gejala timbul hanya di pinggang saja dan apabila penyakitnya bertambah berat, maka gejala berawal dari daerah lumbal, kemudian thorakal akan akhirnya sampai pada daerah servikal : untuk mencapai daerah servikal penyakit ini memerlukan waktu selama 12-25 tahun. Penyakit ini kadang-kadang dirasakan sembuh sementara atau untuk selamanya, akan tetapi kadang-kadang akan berjalan terus dan mengakibatkan terserangnya seluruh tebrae.
Selama perjalanan penyakitnya dapat terjadi nyeri radi-kuler karena terserangnya vertebra thorakal atau servikal dan apabila telah terjadi ankylose sempurna, keluhan nyeri akan menghilang.

 Nyeri dada
Dengan terserangnya vertebra thorakalis termasuk sendi kostovertebra dan adanya enthesopati pada daerah persendian kostosternal dan manubrium sternum, penderita akan merasakan nyeri dada yang bertambah pada waktu batuk atau bersin. Keadaan ini sangat menyerupai pleuritic pain. Nyeri dada karena terserangnya persendian costovertebra dan costotranver-sum sering kali disertai dengan nyeri tekan daerah costosternal junction. Pengurangan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang sering kali dijumpai pada stadium awal. Keluhan nyeri dada sering ditemukan pada penderita dengan HLA-B27 positif walaupun secara radiologis tidak tampak adanya kelainan sendi sacroiliaca (sacroiliitis).

 Nyeri tekan pada tempat tertentu
Nyeri tekan ekstra-artikuler dapat dijumpai di daerah- daerah tertentu pada beberapa penderita. Keadaan ini disebab-kan oleh enthesitis, yaitu reaksi inflamasi yang terjadi pada inserasi tendon tulang. Nyeri tekan dapat dijumpai pada daerah-daerah sambungan costosternal, prosesus spinosus, krista iliaca, trochanter mayor, ischial tuberosities atau tumtit (achiles tendinitis atau plantar fasciitis). Pada pemeriksaan radiologis kadang-kadang dapat ditemukan osteofit

 Nyeri sendi lutut dan bahu
Sendi panggul dan bahu merupakan persendian ekstra- axial yang paling sering terserang (35%). Kelainan ini merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada juvenile ankylosing spondylitis. Pada ankylosing spondylitis yang menyerang anak-anak antara umur 8-10 tahun, keluhan pada sendi panggul sering dijumpai, terutama pada penderita dengan HLA-B27 positif atau titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering terserang, dengan manifestasi efusi yang intermitten. Di samping itu sendi temporomandibularis juga dapat terserang (10%).

b. Manifestasi Ekstra sekeletal
1) Mata
Uveitis anterior akut atau iridocyclitis merupakan manifestasi ekstra skeletal yang sering dijumpai (20-30%). Permula-annya biasanya akut dan unilateral, akan tetapi yang terserang dapat bergantian. Mata tampak merah dan terasa sakit disertai dengan adanya gangguan penglihatan, kadang-kadang ditemukan fotopobia dan hiperlakrimasi.

2) Jantung
Secara klinis biasanya tidak menunjukkan gejala. Manifestasinya adalah : ascending aortitis, gangguan katup aorta, gangguan hantaran, kardiomegali dan perikarditis.

3) Paru-paru
Terserangnya paru-paru pada penderita ankylosing spondylitis jarang terjadi dan merupakan manifestasi lanjut penyakit. Manifestasinya dapat berupa: fibrosis baru lobus atas yang progresif dan rata-rata terjadi pada yang telah menderita selama 20 tahun. Lesi tersebut akhirnya menjadi kista yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan aspergilus. Keluhan yang dapat timbul pada keadaan ini antara lain: batuk, sesak nafas dan kadang-kadang hemoptisis. Ventilasi paru-paru biasanya masih terkompensasi dengan baik karena meningkatnya peran diafragma sebagai kompensasi terhadap kekakuan yang terjadi pada dinding dada. Kapasitas vital dan kapasitas paru total mungkin menurun sampai tingkat sedang akibat terbatasnya pergerakan dinding dada. Walaupun demikian residual volume dan function residual capacity biasanya meningkat.

4) Sistem saraf
Komplikasi neurologis pada ankylosing spondylitis dapat terjadi akibat fraktur, persendian vertebra yang tidak stabil, kompresi atau inflamasi. Subluksasi persendian atlanto- aksial dan atlanto-osipital dapat terjadi akibat inflamasi pada persendian tersebut sehingga tidak stabil. Kompresi, termasuk proses osifikasi pada ligamentum longitudinal posterior akan mengakibatkan terjadinya mielopati kompresi; lesi destruksi pada diskus intervertebra dan stenosis spinal. Sindrom cauda equina merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi merupakan keadaan yang serius. Sindrom ini akan menyerang saraf lumbosakral, dengan gejala-gejala incontinentia urine et alvi yang berjalan perlahan-lahan, impotensi, saddle anesthesia dan kadang-kadang refleks tendon achiles menghilang. Gejala motorik biasanya jarang timbul atau sangat ringan. Sindrom ini dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan CT scan atau MRI. Apabila tidak ditemukan lesi kompresi, maka perlu dipikirkan kemungkinan adanya arach-noiditis atau perlengketan pada selaput arachnoid.

5) Ginjal
Nefropati (lgA) telah banyak dilaporkan sebagai kom-plikasi ankylosing spondylitis. Keadaan ini khas ditandai oleh kadar 1gA yang tinggi pada 93% kasus disertai dengan gagal ginjal 27%.


4. Diagnosis
 Anamnesis
Sangat penting untuk diketahui adanya Low back pain dan riwayat keluarga dengan AS

 Pemeriksaan Fisik
1. Sikap/postur tubuh
Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis lumbal yang menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri tegak, apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding.

2. Mobilitas tulang belakang
Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya ditemukan adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan cara melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi.
Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian penderita diminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun (pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit.

3. Ekspansi dada
Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada kasus ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5 cm pada penderita muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan, harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini diukur dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal

4. Enthesitis
Adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu antara lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan manu-briosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari enthesitis.

5. Sacroilitis
Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan tetapi hal ini tidak spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda ini tidak ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri tekan pada sendi sacroiliaca oleh karena telah terjadi fibrosis atau, bony ankylosis.











Gambaran inflamasi pada AS




Gambar Fusion bones pada AS


 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
2. Tes Darah Rutin
3. Tes HLA – BR 27


Menentukan diagnosis AS menurut Kriteria New York
Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari :
1) Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik dengan olah raga dan tidak menghilang dengan istirahat.
2) Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal maupun sagital.
3) Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis kelamin.
4) Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
5) Sacroiliitis unilateral grade 3-4.

Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral grade 3-4 atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis di atas

Menentukan grade nya yaitu :
Grade 0 = normal spine;
Grade 1 = indicates suspicious changes;
Grade 2 = indicates sclerosis with some erosion;
Grade 3 = indicates severe erosions, pseudodilatation of the joint space, and partial
ankilosis;
Grade 4 = denotes complete ankylosis.




5. Tatalaksana
 Nonmedikamentosa
­ Mobilitas yang baik dan teratur (olahraga dan latihan),
­ Penerangan/penyuluhan
­ Radio terapi
­ Operatif

 Medikamentosa
­ OAINS
Bisa menggunakan Indometacyn, naproxen ataupun ibuprofen.
Dosis untuk dewasa Indometacyn yaitu 100-150 mg/hari dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk anak-anak 1,5-3 mg/kg BB/hari dalam dua atau tiga dosis.
­ Sulfasaladzin
Mekanisme obat ini mengurangi gejala-gejala inflamasi dari ankylosing spondylitis, dengan dosis untuk dewasa 2-3 gram/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk anak-anak 40-60 mg/kg BB/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Efek sampingnya yaitu, mual, muntah, diare, dan timbul reaksi hipersensitivitas. Kontra indikasi pada orang-orang yang mempunyai riwayat hipersensitivitas dan prophyria.





6 Prognosis
Pada umunya prognosis untuk Ankylosing Spondylitis berlangsung baik dengan pemberian obat anti inflamasi nonsteroid secara berkala. Kematian dapat terjadi pada penyakit yang sudah lama dan telah terjadi komplikasi yang parah pada manifestasi ekstraartikular













SPONDILYTIS TUBERKULOSIS

Spondilytis Tuberkulosis (Pott disease) ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 – L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.





1. Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi dari tuberculosis, baik nfeksi primer maupun sekunder.





2. Epidemiologi
Penyakit ini lebih banyak mengenai pria, dengan perbandingan pria dan wanita 1,5-2 : 1, dan dapat menyerang semua umur baik orang dewasa bahkan anak-anak. Penyakit Spondylitis tuberculosis ini paling banyak ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika.





3. Patofisiologi
Ankylosing Spondylitis ini biasanya disebabkan infeksi sekunder dari tuberculosis ekstraspinalis yang mengenai korpus vertebrae. Tuberkulosis bisa menyebar sampai ke discus intervertebralis. Sehingga menyebabkan destruksi tulang yang progressive dan menyebabkan tulang vertebrae menjadi kolaps dan khyposis.
Canalis spinalis bisa menjadi kecil atau sempit oleh karena absess, granulasi jaringan, atau invasi secara langsung, dan inilah yang menyebabkan medulla spinalis mengalami kompresi dan terjadi deficit neurology.
Kifosis terjadi karena di sebabkan kollapsnya tulang vertebrae anteriornya. Lesi pada torakal yang seringkali menyebabkan kifosis.
Absess dingin bisa terjadi jika infeksi sampai ke ligament dan jaringan lunaknya. Abses pada daerah lumbal dapat menjalar ke daerah spoas sampai ke daerah trigonum femoral dan tentunya dapat mengikis kulit.





4. Manifestasi Klinis




 Nyeri dan kaku pada punggung
 Deformitas pada punggung (Gibbus)
 Pembengkakan setempat (abscess)
 Kelemahan/kelumpuhan extremitas/gangguan fungsi buli-buli dan anus
 Adanya proses tbc.





5. Different Diagnosis
 Fraktur Kompresi traumatik
 Tumor tulang





6. Pemeriksaan Penunjang
 Tes tuberculin
 Darah rutin, biasanya LED meningkat (>100mm/h)
 Foto Rontgen suatu spondilitis tuberkulosa akan memperlihatkan:
a. Dekalsifikasi suatu korpus vertebra
(pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut). Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu.
b. “Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
c. Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
d. Abses dingin
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk kumparan (“Spindle”).





Media : MRI





7. Tatalaksana
1) Terapi Konservatif
Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian tuberkulostatik. Dengan memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak vertebrae. Corset tadi dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi pasien dapat duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
2) Medikamentosa
Obat Antituberkulosa misalnya Rimfapicin dan kombinasi obat antituberkulosis lain. Dosis untuk dewasa yaitu 10 mg/kg BB/4x1 atau 600mg/hari dibagi 4 dosis. Sedangkan dosis untuk anak-anak yaitu 10-20mg/kg BB/4x1.
3) Terapi Operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko – spongiosa.





8. Prognosis
Umumnya penyakit tuberculose tulang punggung merupakan penyakit yang sangat menahun dan jika dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif penyakit tadi sering dapat sembuh dalam waktu singkat, misalnya 6 bulan

Kamis, 25 Juni 2009

Systemic Lupus Erythematosus

ASSIGNMENT  BLOK  7

SYSTEMIC  LUPUS  ERYTHEMATOSUS


ANGGOTA KELOMPOK :

Heru Rusarianto
Vivi Permana Sarie
Ririn Anggraini
Novyana Veresty
Sri Putri Handayani

DOSEN  PEMBIMBING :

dr. Erita Bustami, Sp.PD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JAMBI
2008

SYSTEMIC  LUPUS  ERYTHEMATOSUS

 Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinik bervariasi dari yang ringan sampai berat. Pada keadaan awal seringkali sukar dikenal sebagai SLE, karena manifestasinya sering terjadi tidak bersamaan.


I. Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan


II. Faktor Resiko
1. Faktor Genetik
  Meliputi; 
­ Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa
­ Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
­ Etnik
­ Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.
3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jens obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
- Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid
- Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin
- Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan griseofurvin
6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan penyakit ini.  


III. Manifestasi Kinis
▪ Keluhan utama dan pertama SLE adalah atralgia (Pegal linu di sendi),
▪ Lalu, timbul atritis non erosif pada dua atau lebih seni perifer.
▪ biasanya berlangsung hanya beberapa hari, dan lokasi biasanya di sendi tangan, pergelangan tangan, dan lutut, serta biasanya simetris 
▪ Pasien juga mengeluh ;
- Lesu, lemas, dan capai
- Demam
- Pegel Linu seluruh tubuh
- Nyeri otot
- Penurunan berat badan
- Kelainan kulit spesifik berupa bercak malar seperti kupu-kupu di muka dan eritema umum yang menonjol
 - Kelainan pada darah, jantung, ginjal, paru, gastrointestinal, saraf, serta psikiatrik

IV. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Lab yang dilakukan thd pasien SLE;
- Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)
 Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifitas yang rendah
- Tes Anti dsDNA (double stranded)
 Tes ini sangat spesifik untuk SLE, biasanya titernya akan meningkat sebelum SLE kambuh.
- Tes Antibodi anti-S (Smith)
 Antibodi spesifik terdapat 20-30% pasien
- Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin)
 Titernya tidak terkait dengan kambuhnya SLE
- Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)
- Tes sel LE
 Kurang spesifik dan juga positif pada arthritis rheumatoid, syndrome sjogren, scleroderma, obat, dan bahan-bahan kimia lain
- Tes anti ssDNA (single stranded)  
 Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis


V. Diagnosis
Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association (ARA, 1992) :
1. Artritis
2. Tes ANA diatas titer normal
3. Bercak Malar
4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari --- dari anamnesis
5. Bercak diskoid
6. Salah satu Kelainan darah;
- anemia hemolitik, 
- Leukosit < 4000/mm³,  
- Limfosit<1500/mm³, 
- Trombosit <100000/mm³
7. Salah satu Kelainan Ginjal;
- Proteinuria > 0,5 g per 24 jam, 
- sedimen seluler
8. Salah satu Serositis;
- Pleuritis, 
- Perikarditis
9. Salah satu kelainan Neurologis;
- Konvulsi, 
- Psikosis
10. Ulser Mulut
11. Salah satu Kelainan Imunologi
- Sel LE +
- Anti dsDNA diatas titer normal
- Anti Sm (Smith) diatas titer normal
- Tes serologi sifilis positif palsu

“ Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria tersebut diatas “

VI. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi;
- Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit kepala
- Kelompok Berat
 Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.

Beberapa pertanyaan sebelum melakukan penatalaksanaan SLE, yaitu :
1. Apakah pasien masuk kriteria ARA atau tidak
2. Bila tidak, apakah pasien memenuhi kriteria biopsi atau tidak. Dengan bantuan biopsi ditentukan apakah pasien masuk SLE atau Lupus diskoid
3. Apakah keluhan yang muncul adalah bagian dari penyakit konektif lainnya atau tidak
4. Setelah mengetahui SLE, pastikan organ sasaran yang terkena dan derajat sakitnya
5. Adakah penyakit lain yang bersamaan dengan SLE. Bila ada tentukan apakah primer atau sekunder
6. Upaya pengobatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mempertimbangkan untung rugi dari suatu regimen pengobatan

Penatalaksanaan Umum
1. Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup
2. Hindari Merokok
3. Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
4. Hindari stres dan trauma fisik
5. Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
6. Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00
7. Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen

Penatalaksanaan Medikamentosa
Untuk SLE derajat Ringan;
- Aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid 
- Penambahan obat anti malaria, HANYA bila ada ruam kulit dan lesi di mukosa membran
- Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari. Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
Untuk SLE derajat berat;
 Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan organ sasaran yang terkena


VII.Pengobatan Pada Keadaan Khusus
• Anemia Hemolitik
 Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan
• Trombositopenia autoimun
 Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut
• Perikarditis Ringan 
 Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari
• Perkarditis Berat
 Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
• Miokarditis
 Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan dengan siklofosfamid
• Efusi Pleura
 Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase
• Lupus Pneunomitis
 prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
• Lupus serebral
 Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-turut


VIII. Prognosis
 Dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang mutakhir maka 80-90 % pasien dapat mencapai harapan hidup 10 tahun dengan kualitas hidup yang hampir normal.






 





 

Senin, 22 Juni 2009

the 1st..

Assalamu'alaikum wr. wb.

alhamdulillah.. pertama-tama marilah qta panjatkan puji dan syukur atas ..... (Hahahah .. Lebaiii).

iNi pOsting yg pertaMa dan untuK pertaMa.. hhe.
Lgi dLam thap peMbelajaran..
dan harap makLummm y..

the 1st, hahaha..
must be d 1st !!

intinya, mudaH"n bLog ini bsa bermanfaat u/ qta sMuaaa..
especially for me, and for aLL..
hhoho.

aMiiiiiiinnnnnnnn..
brake a Leg for u aLL,!! ;))